Saya pertama kali mengenal storytelling (kisah/cerita) saat membaca postingan Jon Morrow di Problogger.net yang berjudul How to Quit Your Job, Move to Paradise and Get Paid to Change the World pada pertengahan Mei 2011.
Postingan blogger difabel tersebut memberikan pegalaman emosional yang kuat kepada saya. Hati saya bergetar dan darah saya mendidih untuk lebih serius ngeblog.
Sejak itu, saya tertarik belajar storytelling. Namun, ternyata belajar storytelling itu tidak mudah karena saya bukan penulis fiksi dan kiat menulis storytelling yang saya baca membingungkan.
Alhasil, saya membuat postingan storytelling ala kadarnya di blog ini.
Titik balik terjadi saat saya membeli buku Langkah Awal Menjadi Penulis Fiksi karya Gari Rakai Sambu pada 29 Desember 2013. Dari buku tersebut, saya tahu teknik menulis novel yang baik.
Singkat cerita, saya menerapkan teknik menulis yang ada di buku itu saat membuat postingan tamu untuk blog Mas Yodhia Antariksa, StrategiManajement.net.
Postingan yang berjudul Saya Tinggalkan Pekerjaan dengan Gaji 21 Juta/bulan, dan Istri Saya Lalu Menangis Tersedu… ini menjadi viral di Facebook dengan jumlah share di hari pertama mencapai 6 ribu. Sampai postingan ini dipublikasikan, jumlah share mencapai 13.800.
Mengetahui postingan saya menjadi viral, Mas Yodhia menyebutnya fenomenal saat ia berkomentar di Facebook saya. Ia juga menawari saya untuk menjadi blogger tamu kembali.
Hal menarik lain adalah banyak orang yang berkomentar. Beberapa di antaranya menyebut terinspirasi oleh postingan tersebut. Bahkan, ada seorang yang mengaku menangis (mewek).
Bukan hanya itu, beberapa pembaca menjadi pembaca loyal blog saya atau membeli ebook saya. Ada juga yang menghubungi saya untuk bertanya seputar bisnis online.
Tahapan Membuat Storytelling
Tidak semua storytelling menjadi viral di Facebook atau media sosial lain. Meskipun demikian, ada 5 langkah yang dapat Anda lakukan agar peluang viral storytelling yang Anda buat menjadi lebih besar. Berikut penjelasan kelima langkah tersebut.
1. Tentukan pemeran utama
Langkah pertama adalah menentukan pemeran utama. Tidak sulit menentukannya karena pemeran ini dapat Anda sendiri atau orang lain.
Pemeran utama ini harus memiliki latar belakang yang dapat berupa ciri-ciri fisik, jenis kelamin, usia, profesi, dan status pernikahan.
Sebagai contoh, dalam postingan tamu saya di atas, pemeran utamanya adalah saya sendiri. Latar latar belakang ceritanya seputar profesi saya, yaitu Chemist di perusahaan tambang asing, mengelola projek besar, mengahadiri rapat yang membosankan, dan bosan menjadi karyawan.
Latar belakang ini saya informasikan di paragraf-paragraf berikut:
Saya tidak bohong kepada Anda. Saya mengalami hal yang sama ketika saya menjadi Chemist (laboratory engineer) selama 6,5 tahun di perusahaan multinasional yang bergerak di tambang nikel. Pergi pagi. Mengerjakan banyak tugas rutin dan projek besar. Menghadiri rapat-rapat yang membosankan. Pulang sore bahkan sering malam. Begitu hari demi hari. Minggu demi minggu. Bulan demi bulan. Tahun demi tahun. Seperti robot. Saya bosan menjadi karyawan. Saya sudah tidak memiliki motivasi kerja. Saya sudah low battery. |
2. Ketahui tujuan pemeran utama
Langkah berikutnya adalah mengetahui tujuan si pemeran utama. Tujuan ini merupakan gambaran besar dari storytelling (lazim disebut premis).
Agar menarik, tujuan pemeran utama tidak boleh luas, namun harus spesifik. Jangan khawatir jika Anda tidak tahu perbedaan kedua tujuan tersebut. Tabel di bawah ini dapat membantu Anda memahaminya.
Tujuan Luas | Tujuan Spesifik |
Mengubah dunia | Mengagalkan konspirasi yang tengah berlangsung di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) |
Menjadi pribadi yang lebih baik |
|
Dalam contoh saya, tujuan saya adalah keluar dari pekerjaan untuk menjadi full time blogger dengan penghasilan yang tidak kalah dari gaji karyawan.
3. Identifikasi risiko
Langkah berikutnya adalah mengidentifikasi risiko, yaitu keadaan jika si pemeran utama gagal meraih tujuannya. Risiko ini akan membuat pembaca peduli pada si pemeran utama.
Pada kasus saya, risikonya adalah tetap bekerja dan merasa seperti robot. Risiko ini saya tulis seperti ini:
Seperti yang mungkin Anda duga, saya terpaksa pergi ke kantor. Bekerja lagi. Tetap seperti robot. |
4. Buat rintangan
Setelah membuat risiko, langkah berikutnya adalah membuat rintangan-rintangan yang menghalangi si pemeran utama mencapai tujuannya. Semakin besar tujuan pemeran utama, rintangannya harus semakin besar pula.
Mengapa? Karena tujuan besar yang bertabrakan dengan rintangan besar akan menciptakan konflik yang hebat (tujuan besar + rintangan besar = konflik hebat).
Rintangan ini dapat berasal dari dalam diri si pemeran utama (internal) dan dari luar (eksternal). Sebagai contoh, rintangan-rintangan internal saya adalah:
- Takut tidak dapat menafkahi keluarga
- Ketidakpastian penghasilan bulanan
- Sayang akan gaji besar yang akan ditinggalkan
- Sayang akan fasilitas dari perusahaan (biaya kesehatan dan pendidikan gratis) yang selama ini saya dan keluarga dapatkan
Sementara itu, rintangan eksternalnya adalah:
- Ditentang orang tua, istri, dan mertua
- Punya utang kepada perusahaan saat membangun rumah
- Google AdSense dinonaktifkan
Kedua jenis rintangan ini saya tuliskan dalam beberapa paragraf berikut:
Namun, saya tidak berdaya. Saya butuh uang untuk menafkahi keluarga. Saya butuh uang untuk membayar utang saya kepada perusahaan saat membuat rumah saya. …. Istri saya menangis. “Mau makan apa nanti kita,” keluhnya dengan bibir bergetar dan sesenggukan. Dalam duka yang mungkin terasa perih. Sementara itu, orang tua saya mengurut dada. Mertua saya tidak mau berbicara kepada saya. Mungkin beliau kecewa dengan keputusan menantunya. Beliau gamang dengan masa depan anak serta cucunya, jika saya menjadi joblesss. …. Tiga bulan setelah keluar pekerjaan, akun Google AdSense saya dinonaktifkan walaupun saya tidak melakukan kecurangan. Penghasilan bulanan Rp 4 juta dari periklanan milik Google tersebut lenyap. Padahal, uang sebesar itu merupakan penghasilan utama saya sebagai full time blogger. Dunia terasa gelap dan selebar daun kelor. Kepala saya pusing. Pikiran saya linglung. Sesaat kemudian, air mata menetes meskipun saya berusaha sekuat tenaga untuk tidak menangis. |
Tentu saja, si pemeran utama mesti berjuang mengatasi sejumlah rintangan yang dihadapinya. Pada contoh saya, saya menuliskannya seperti ini:
Namun akhirnya, saya memberanikan diri keluar dari pekerjaan saya untuk beralih menjadi full time blogger pada Oktober 2011. Saya tinggalkan gaji Rp 21 juta per bulan. Saya tinggalkan biaya kesehatan gratis. Saya tinggalkan biaya pendidikan gratis untuk anak-anak saya. Saya bayar sisa utang saya kepada perusahaan sebesar Rp 98 juta. … Saya lalu cari sumber-sumber uang selain Google AdSense. Saya bangun juga blog-blog baru, terutama dalam bahasa Inggris. Sedikit demi sedikit, saya menghasilkan uang kembali dari blog-blog saya. Lampu mulai menyala. Dunia tidak segelap sebelumnya. |
5. Tulis ending
Langkah terakhir adalah menulis ending, yaitu akhir dari storytelling. Bagian ini menjawab pertanyaan apakah si pemeran utama berhasil meraih tujuannya. Jika berhasil, maka ceritanya berakhir dengan happy ending. Jika gagal, ceritanya berakhir dengan sad ending.
Pada postingan saya, ceritanya berakhir dengan happy ending. Lihat paragraf-paragraf berikut ini:
Alhamdulilah, selama 5 tahun menjadi full time blogger, saya total mendapatkan hampir Rp 1 miliar. Dan hingga hari ini jumlah tersebut akan terus bertambah karena saya tetap tekun memelihara blog-blog saya. Saya bahagia karena income saya sebagai full time blogger kini tidak kalah dengan gaji saya yang 21 juta per bulan itu. Namun ada yang mungkin tak kalah penting: saya bisa bekerja dari rumah, kapan saja saya mau. Hanya memakai celana pendek dan kaos oblong. Saya memiliki financial freedom dan time freedom. |
Storytelling dapat memberikan pegalaman emosional yang kuat kepada pembaca. Mereka bisa merasakan hal yang sama, berempati, atau terinspirasi. Bila Anda ingin membuat storytelling yang seperti itu, cobalah kelima langkah yang telah saya paparkan di atas. Selamat mencoba!
Catatan: Postingan tamu saya menjadi lebih dramatis berkat pengeditan yang dilakukan Mas Yodhia Antariksa. Ia pula yang memberi judul sehingga membuat orang menjadi lebih penasaran. Kudos Mas Yodhia!
0 komentar:
Posting Komentar